Senin, 06 Januari 2014

Model-Model Evaluasi Kurikulum



1.      Evaluasi Kurikulum Model Measurement
Model ini dipandang sebagai model tertua di dalam sejarah evaluasi dan telah banyak dikenal di dalam proses evaluasi pendidikan. Tokoh-tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang model ini adalah R. Thorndike dan R.L. Ebel.
Evaluasi dalam model ini pada dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi digunakan terutama untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan efektifitas antara dua atau lebih program/metode pendidikan. Obyek evaluasi dititik beratkan pada hasil belajar terutama dalam aspek kognitif dan khususnya yang dapat diukur dengan alat evaluasi yang obyektif dan dapat dibakukan. Jenis data yang dikumpulkan dalam evaluasi adalah data obyektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/cara-cara berikut:
a.         Menempatkan `kedudukan` setiap siswa dalam kelompoknya melalui pengembangan norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.
b.        Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan program/metode pengajaran yang berbeda-beda, melalui analisis secara kuantitatif.
c.         Teknik evaluasi yang digunakan terutama tes yang disusun dalam bentuk obyektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi yang reliabel dan valid.
Konsep measurement ini telah memberikan penekanannya terhadap pentingnya objektivitas dalam prosedur evaluasi. Disamping itu pendekatan yang digunakan konsep ini masih sangat besar pengaruhnya dan dirasakan faedahnya dalam berbagai kegiatan pendidikan. Measurement is not evaluation, but it can provide useful data or for evaluation. Sebagai konsekuensi dari penekanan yang berlebih-lebih pada aspek pengukuran, evaluasi cenderung dibatasi pada dimensi tertentu dari program pendidikan yang dapat diukur, terutama hasil belajar yang bersifat kognitif.
2.      Evaluasi Kurikulum Model Congruence
Model kedua ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama. Tokoh-tokoh evaluasi yang merupakan pengembang model ini antara lain adalah Raph W. Tyler, John B. Carroll, dan Lee J. Cronbach.
a.    Hakikat Evaluasi
Menurut model ini, evaluasi itu tidak lain adalah usaha untuk memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai. Berhubung tujuan-tujuan pendidikan menyangkut perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan pada diri anak didik, maka evaluasi yang dinginkan itu telah terjadi. Hasil evaluasi yang diperoleh berguna bagi kepentingan menyempurnakan sistem bimbingan siswa dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai.
b.      Ruang Lingkup
Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku siswa. Secara lebih khusus, yang dinilai di sini adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan yang diperhatikan oleh siswa pada akhir kegiatan pendidikan.
Tingkah laku hasil belajar ini tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan, melainkan juga mencakup aspek keterampilan dan sikap, sebagai hasil dari proses pendidikan.
c.    Pendekatan
Dalam menilai hasil belajar yang mencakup berbagai jenis sebagaimana yang tercantum dalam rumusan, tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dan perlu dicapai, model ini menganut pendirian bahwa berbagai kemungkinan alat evaluasi perlu digunakan.
Ada dua hal penting yang perlu dikemukakan mengenai pendekatan evaluasi yang dianut oleh model ini:
Pertama, model ini menyarankan digunakannya prosedur pre dan post test untuk menilai hasil yang dicapai siswa sebagai akibat dari kegiatan pendidikan yang telah diikutinya.
Kedua, model ini tidak menyarankan dilaksanakannya apa yang disebut evaluasi perbandingan untuk melihat sejauh mana kurikulum yang baru lebih efektif dari kurikulum yang ada.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh di dalam proses evaluasi menurut model ini, Tyler mengajukan 4 langkah pokok yaitu:
1)      Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran.
2)      Menetapkan “test situation” yang diperlukan.
3)      Menyusun alat evaluasi.
4)      Menggunakan hasil evaluasi.
Berhubung setiap sistem pendidikan memiliki berbagai tujuan yang ingin dicapainya, akan lebih tepat bila hasil evaluasi tidak dinyatakan dalam bentuk hasil keseluruhan tes tapi dalam bentuk hasil bagian dari tes yang bersangkutan, sehingga terlihat bagian-bagian mana dari sistem pendidikan yang masih perlu disempurnakan.
3.      Evaluasi Kurikulum Model Illuminatif.
Model ini dikembangkan sebagai reaksi terhadap dua model evaluasi yang pertama, yaitu measurement dan congruence. Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan dalam bidang antropologi. Salah seorang tokoh yang paling menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini adalah Malcolm Parlett.
Tujuan penilaian menurut model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya. Dalam pelaksanaan evaluasi, model ini lebih menekankan penggunaan judgment, selaras dengan semboyannya the judgment is the evaluation.
Tahapan evaluasi dalam Illuminatif model terdiri dari tiga fase sebagai berikut :
a)     Tahap pertama  observe. Pada tahap ini, evaluator mengunjungi sekolah atau lembaga yang sedang mengembangkan sistem tertentu. Evaluator mendengarkan dan melihat berbagai peristiwa, persoalan, serta reaksi dari guru maupun siswa terhadap pelaksanaan sistem tersebut.
b)     Tahap kedua  Inquiry further. Pada tahap ini, berbagai persoalan yang terlihat atau terdengar dalam tahap pertama diseleksi untuk mendapatkan perhatian dan penelitian lebih lanjut.
c)     Tahap ketiga Seek to explain. Pada tahap ini, evaluator mulai meneliti sebab akibat dari masing-masing persoalan. Pada tahap ini, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan dicoba untuk ditelusuri. Data semula terpisah satu dengan  lainnya mulai disusun dan dihubungkan dalam kesatuan situasi. Langkah selanjutnya dilakukan interpretasi data yang diharapkan dapat dijadikan bahan dalam pengambilan keputusan.                                     
Dari langkah-langkah tersebut, faktor penting dalam evaluasi model ini adalah perlunya kontak langsung antara evaluator dengan pihak yang dievaluasi. Hal ini disebabkan model ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan pentingnya menjalin kedekatan dengan orang dan situasi yang sedang dievaluasi agar dapat memahami secara personal realitas dan hal-hal rinci tentang program atau sistem yang sedang dikembangkan.
Di samping itu, faktor lainnya adalah pandangannya yang holistik dalam evaluasi, yang berasumsi bahwa keseluruhan adalah lebih besar daripada sejumlah bagian-bagian.
4.      Evaluasi Kurikulum Model Educational System.
Model keempat yang ini merupakan reaksi terhadap kedua model terdahulu. Tokoh-tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang dari model yang ketiga ini antara lain adalah Daniel L. Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E. Stake dan Malcolm M. Provus.
a.    Hakikat Evaluasi
Model ini bertitik tolak dari pandangan, bahwa keberhasilan dari suatu sistem pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Evaluasi menurut model ini dimaksudkan untuk membandingkan performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgement mengenai sistem yang dinilai tersebut.
Ada empat hal yang perlu dikemukakan mengenai pandangan model ini tentang evaluasi:
·         Evaluasi itu ditujukan kepada berbagai dimensi dari sistem yang sedang dikembangkan, tidak hanya dimensi hasilnya saja.
·         Proses evaluasi itu mencakup perbandingan antara performance dan kriteria, baik kriteria yang sifatnya mutlak maupun relatif.
·         Evaluasi tidak hanya berakhir dengan suatu deskripsi mengenai keadaan sistem yang bersangkutan tetapi juga menuntut adanya jugdement sebagai kesimpulan dari hasil evaluasi.
·         Hasil evaluasi digunakan sebagai bahan atau input bagi pengambilan keputusan dalam rangka penyempurnaan sistem maupun penyimpulan mengenai kebaikan sistem yang bersangkutan secara keseluruhan.
b.      Ruang Lingkup
Ruang lingkup evaluasi yang diajukan oleh model keempat ini adalah bahwa:
Objek evaluasi dalam rangka pengembangan kurikulum atau sistem pendidikan mencakup sekurang-kurangnya 3 dimensi, yaitu dimensi peralatan/sarana, proses dan hasil yang dicapai.
Jenis-jenis data diperlukan dalam proses penilaian mencakup data objektif maupun data subjektif.
c.       Pendekatan
Ada dua pendekatan utama yang diajukan oleh model ini dalam pelaksanaan evaluasi yaitu:
Perbandingan performance berdasarkan kriteria intern. Pendekatan yang pertama ini ditempuh pada saat sistem masih berada pada fase pengembangan dan masih mengalami perbaikan-perbaikan. Untuk setiap dimensi sistem (input, proses, hasil) dilakukan evaluasi berdasarkan kriteria yang ada:
1)   Rencana dinilai berdasarkan kriteria rencana yang baik.
2)   Proses (pelaksanaan) dievaluasi dari kesesuaiannya dengan rencana yang
  ada. Rencana kegiatan di sini berlaku sebagai kriteria.
3)        Hasil yang dicapai dinilai dari kesesuaiannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan di sini berlaku sebagai kriteria.

Perbandingan performance berdasarkan  kriteria ekstern. Pendekatan yang kedua ini ditempuh pada saat sistem sudah berada dalam keadaan “siap” setelah mengalami perbaikan-perbaikan selama fase pengembangan. Kalau dalam pendekatan yang pertama salah satu pertanyaan yang diajukan adalah “sejauh mana sistem yang dikembangkan itu telah mencapai tujuannya”, dalam pendekatan yang kedua ini pertanyaan menjadi “apakah sistem yang baru ini lebih baik dari sistem yang ada sekarang”.
Untuk melaksanakan kedua pendekatan di atas diperlukan berbagai cara evaluasi di samping tes hasil belajar, yaitu observasi, angket, wawancara, dan juga content analysis, mengingat data yang dikumpulkan di sini mencakup baik data objekif maupun data subjektif.

5.         Model CIPP
Model ini dikembangkan oleh sebuah tim yang diketuai oleh Stufflebeam. Sehingga sesuai dengan namanya, model CIPP ini memiliki 4 jenis evaluasi yaitu: evaluasi Context (konteks), Input (masukan), Process (proses), dan Product (hasil). Adapun tugas evaluator dari keempat jenis evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:
1)                                  Evaluasi Context
Tujuan utama dari evaluasi context adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan evaluan. Evaluator mengidentifikasi berbagai factor guru, peserta didik, manajemen, fasilitas kerja, suasana kerja, peraturan, peran komite sekolah, masyarakat dan factor lain yang mungkin berpengaruh terhadap kurikulum.
2)                                  Evaluasi Input
Evaluasi ini penting karena untuk pemberian pertimbangan terhadap keberhasilan pelaksnaan kurikulum. Evaluator menentukan tingkat kemanfaatan berbagai factor yang dikaji dalam konteks pelaksanaan kurikulum. Pertimbangan mengenai ini menjadi dasar bagi evaluator untuk menentukan apakah perlu ada revisi atau pergantian kurikulum.
3)                                  Process
Evaluasi proses adalah evaluasi mengenai pelaksanaan dari suatu inovasi kurikulum. Evaluator mengumpulkan berbagai informasi mengenai keterlaksanaan implementasi kurikulum, berbagai kekuatan dan kelemahan proses implementasi. Evaluator harus merekam berbagai pengaruh variable input terhadap proses.
4)                                  Product
Adapun tujuan utama dari evaluasi hasil adalah untuk menentukan sejauh mana kurikulum yang diimplementasikan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya. Evaluator mengumpulkan berbagai macam informasi mengenai hasil belajar, membandingkannya dengan standard dan mengambil keputusan mengenai status kurikulum (direvisi, diganti atau dilanjutkan).
Dari uraian diatas diketahui bahwa model CIPP adalah model evaluasi yang tidak hanya dilaksanakan dalam situasi inovasi sedang dilaksanakan, tetapi justru model ini dilakukan ketika inovasi akan dan belum dilaksanakan.

6.    Model Ekonomi Mikro
Model ekonomi mikro adalah model yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana model kuantitatif lainnya, maka model ekonomi mikro ini focus pada hasil (hasil dari pekerjaan, hasil belajar dan hasil yang diperkirakan). Adapun pertanyaan besar dalam ekonomi mikro adalah apakah hasil belajar yang diperoleh peserta didik adalah sesuai dengan dana yang dikeluarkan? Adapun model dilingkungan ekonomi mikro ada empat, adapun yang tepat digunakan dalam evaluasi kurikulum adalah model cost effectiveness.
Dalam model cost effectiveness ini seseorang evaluator harus dapat membandingkan dua program atau lebih, baik dalam pengertian dana yang digunakan untuk masing-masing program maupun hasil yang diakibatkan oleh setiap program. Perbandingan hasil ini akan memberikan masukan bagi pembuat keputusan mengenai program mana yang lebih menguntungkan dilihat dari hubungan antara dana dan hasil. Dalam mengukur hasil di gunakan instrument yang sudah di standarisasi. Pengunaan instrument standar penting karena dengan demikian perbandingan antara biaya dan hasil dapat dilakukan secara berimbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar