1. Rencana Pelajaran Tahun 1946
Kurikulum yang lahir pertama di indonesia yang
mencakup wilayah secara nasional memiliki istilah leer plan. Leer
plan diambil dari bahasa belanda, yang memiliki arti rentjana pelajaran.
Dalam
Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bab XIII dinyatakan bahwa “ Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran”. Sebelum terdapat undang-undang tersebut Ki Hajar Dewantara yang saat itu menjabat
sebagai menteri
pendidikan mengeluarkan intruksi pada guru untuk mengganti pelajaran yang
bersifat kolonial. Pada tanggal 1 maret 1946 Mr Soewandi membentuk panitia
penyelidik pengajaran yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara. Panitia ini
merumuskan beberapa tujuan pendidikan nasional, yaitu ;
a.
Perasaan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.
Perasaan cinta kepada alam
c.
Perasaan cinta kepada negara
d.
Perasaan cinta dan hormat kepada ibu dan bapak
e.
Perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan
f.
Perasaan berhak dan wajib memajukan negaranya
menurut pembawaan dan kekuatannya
g.
Keyakinan bahwa orang menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari keluarga dan masyarakat
h.
Keyakinan bahwa orang yang hidup dalam
masyarakat harus tunduk pada tata tertib
i.
Keyakinan bahwa pada dasarnya manusia itu sama
derajatnya sehingga sesama anggota masyarakat harus saling menghormati,
berdasarkan rasa keadilan dengan berpegang teguh pada harga diri
j.
Keyakinan bahwa negara memerlukan warga negara
yang rajin bekerja, mengetahui kewajiban, dan jujur dalam pikiran dan tindakan
Kesepuluh
tujuan pendidikan tersebut lebih mengutamakan pembentukan watak atau pendidikan secara afektif. Namun, kesepuluh tujuan pendidikan tersebut belum
bisa terealisasi secara maksimal, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya mata
pelajaran yang mencakupnya.
2.
Rencana Pelajaran Terurai Tahun 1952
Setelah
Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia diberi nama
Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum
1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini
lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali dan seorang
guru mengajar satu mata pelajaran,” .
Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi.
a.
Moral
b.
Kecerdasan
c.
Emosional/artistik
d.
Keprigelan (keterampilan)
e.
Jasmaniah.
Pada masa itu
juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun
yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan,
seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak yang tak
mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja. Mata Pelajaran yang ada
pada Kurikulum 1954 yakni untuk jenjang Sekolah Rakyat (SD) menurut Rencana
Pelajaran 1947 adalah sebagai berikut :
a.
Bahasa Indonesia
b.
Bahasa Daerah
c.
Berhitung
d.
Ilmu Alam
e.
Ilmu Hayat
f.
Ilmu Bumi
g.
Sejarah
h.
Menggambar
i.
Menulis
j.
Seni Suara
k.
Pekerjaan Tangan
l.
Pekerjaan kepurtian
m.
Gerak Badan
n.
Kebersihan dan kesehatan
o.
Didikan budi pekerti
p.
Pendidikan agama
3.
Kurikulum Rencana Pendidikan Tahun 1964
Rencana
pendidikan 1964 berkonsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep
pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan
sendiri pemecahan persoalan (problem solving).
Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum
1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya,
dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut
Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan
moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan
kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak.
Cara belajar
dijalankan dengan metode gotong royong terpimpin. Pemerintah juga
menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi
kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan,
sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia
pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan
MPRS No II tanun 1960.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di
rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B,
C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100. Kurikulum 1964
bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran
berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana). Mata Pelajaran yang ada
pada Kurikulum 1968 adalah :
a. Pengembangan Moral
·
Pendidikan kemasyarakatan
·
Pendidikan agama/budi pekerti
b.
Perkembangan kecerdasan
·
Bahasa Daerah
·
Bahasa Indonesia
·
Berhitung
·
Pengetahuan Alamiah
c.
Pengembangan emosional atau
Artistik
·
Pendidikan kesenian
d.
Pengembangan keprigelan
·
Pendidikan keprigelan
e.
Pengembangan jasmani
·
Pendidikan jasmani/Kesehatan
4.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Kurikulum 1968 bertujuan pada upaya untuk membentuk
manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kurikulum 1968
bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat
bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada
kurikulum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, Muatan
materi pelajarannya hanya teoritis. Struktur kurikulum 1968 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
a.
Pembinaan Jiwa Pancasila
·
Pendidikan agama
·
Pendidikan kewarganegaraan
·
Bahasa Indonesia
·
Bahasa Daerah
·
Pendidikan olahraga
b.
Pengembangan pengetahuan dasar
·
Berhitung
·
IPA
·
Pendidikan kesenian
·
Pendidikan kesejahteraan keluarga
c.
Pembinaan kecakapan khusus
·
Pendidikan kejuruan
5.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 adalah kurikulum pertama di
Indonesia yang dikembangkan berdasarkan proses dan prosedur yang didasarkan pada
teori pengembangan kurikulum. Dalam
kurikulum ini ada 9 mata pelajaran yang semuanya wajib dipelajari peserta didik
kecuali Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) untuk peserta didik kelas I dan II SD. Jumlah
mata pelajaran berkurang dari kurikulum 1968 yang terdiri atas 10 mata
pelajaran. Mata pelajaran PKK dihapuskan sedangkan mata pelajaran Pendidikan
Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Nama mata
pelajaran berhitung pun diganti menjadi Matematika. Sedangkan mata pelajaran Pendidikan Olahraga diganti
menjadi Pendidikan Olahraga dan Kesehatan.
Kurikulum SMP tahun 1975 terdiri atas kelompok
mata pelajaran Pendidikan Umum, Pendidikan Akademis, dan Pendidikan
Ketrampilan. Jumlah mata pelajaran pun berkurang yaitu dari 18 mata pelajaran berkurang menjadi 12 mata
pelajaran dalam kurikulum SMP tahun 1975. Jumlah jam pelajaran berkurang dari
41 jam per minggu menjadi 37-39 jam per minggu (karena pelajaran bahasa daerah
tidak wajib bagi seluruh wilayah Indonesia). Kurikulum SMA tahun 1975 masing-masing 13 mata
pelajaran dengan jumlah jam pelajaran 37 jam per minggu. Jumlah mata pelajaran
dan jam belajar per minggu di kelas II (semester 3, 4) untuk jurusan IPA, IPS
dan Bahasa sama yaitu 13 mata pelajaran dengan jam belajar 37 jam per minggu.
Kurikulum 1975 adalah proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan siswa belajar aktif, penerapan instructional technology,
dan penerapan butir soal objektif untuk asesmen hasil belajar. Pendekatan baru yang
digunakan dalam proses pembelajaran menempatkan peserta didik dalam posisi
aktif dalam belajar dan dinamakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pemikiran
yang ada dalam model ini adalah peserta harus aktif mencari, menemukan, dan
mengkomunikasikan hasil belajarnya sedangkan guru bertugas memberikan
fasilitasi untuk belajar.
Pada tahun 1989 Indonesia memiliki
undang-undang pendidikn baru yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang ini pasal 12 ayat (1)
menetapkan bahwa wajib belajar menjadi 9 tahun. Wajib belajar yang diartikan
sebagai pendidikan minimal
yang harus dimiliki bangsa Indonesia.
Sebelumnya wajib belajar tersebut hanya 6 tahun. Oleh karena itu maka kurikulum
SMP yang dalam Undang- Undang nomor 2 tahun 1989 diubah namanya menjadi SLTP
adalah bagian dari wajib belajar 9 tahun.
6.
Kurikulum tahun 1994
Pada tahun 1994, sesuai dengan tradisi sepuluh
tahunan, Pemerintah meresmikan kurikulum baru. Kurikulum 1994 ini merupakan
revisi terhadap kurikulum 1984 tetapi pada dasarnya keduanya tidak memiliki
perbedaan yang prinsipi. Orientasi pendidikan pada pengajaran disiplin ilmu
menempatkan kurikulum sebagai instrumen untuk”transfer of knowledge”.
Penyempurnaan terjadi pada materi pendidikan sejarah karena materi pendidikan
sejarah yang tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama baru SMA berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah SMU) dianggap tidak lengkap, maka
kurikulum SMU 1994 menyempurnakannya. Perubahan lain yang terjadi adalah
penghapusan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Konten
kurikulum yang berkenaan dengan masalah sosial dan sejarah semakin berkurang
sementara itu konten kurikulum yang berkenaan dengan IPA dan matematika semakin
bertambah.
Konsekuensinya, kurikulum tidak mampu
mempersiapkan generasi muda bangsa
sebagaimana seharusnya. Sejarah masih diberikan dalam kurikulum SMU jurusan IPA.
Selain dari itu, permasalahan kurikulum 1994 baik dalam desain kurikulum mau pun dalam impelementasi
masih sama dengan kurikulum
sebelumnya. Kesalahan yang menyebabkan bangsa ini terjerumus pada permasalahan yang sama dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan masih
tetap sama. Pengalaman dan kesalahan tidak lagi menjadi guru yang membimbing ke arah baru yang lebih baik,
kesalahan prosedur akademik mengembangkan
kurikulum dan pendidikan hanya menjadi macan kertas
yang tidak punya gigi. Kurikulum
SD 1994 terdiri atas 10 mata pelajaran.
Kurikulum SMU 1994 mengalami perubahan
dibandingkan kurikulum sebelumnya.
Dalam kurikulum ini dikenal adanya Kelompok Umum dan Kelompok Khusus. Kelompok Khusus terdiri atas
tiga program khusus atau jurusan,
merupakan penyederhanaan dari kurikulum 1984 yang memiliki 4 program pilihan. Ketiga program ini menggunakan
nama Program Bahasa, Program IPA, dan Program IPS. Nama mata pelajaraan
Pendidikan Moral Pancasila diganti lagi menjadi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sedangkan mata pelajaran PSPB dihapuskan sebagai terjadi pada
kurikulum SD dan SLTP 1994.
7.
Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih
dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis
kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
(kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing
indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000:
89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan
individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan.
Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi
sebagai pedoman pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri
peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2)
keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
Tujuan yang ingin dicapai menekankan
pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
8.
Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal
dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba
KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian
target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru
lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan
karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan
telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan
perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan
kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi
pemerintah Kabupaten/Kota.
Tujuan KTSP ini meliputi
tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan
potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum
disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan
Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan
dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.